GERD bukan Sakit Maag

Banyak masyarakat yang mengira penyakit GERD (Gastro-Esophageal Reflux Disease)  adalah penyakit maag atau gastritis. Wajar saja memang demikian karena antara penyakit GERD dan gastritis memiliki gejala yang hampir sama. Pasien merasa sakit di bagian dada (heart burn), muncul rasa mual, dada terasa sakit dan perih. Namun berbeda dengan gastritis, pada penyakit GERD kerongkongannya biasanya terasa panas, merasa sakit saat menelan makanan, mulutnya terasa asam, sering bersendawa, dan sering mengalami radang tenggorokan.

 

GERD dan gastritis (Maagh) memang berbeda. Gerd terjadi di saluran kerongkongan atau esofagus, sedangkan gastritis terjadi di organ lambung. Meskipun penyebabnya bisa sama, yaitu bisa karena terpapar cairan asam lambung, enzim pepsinogen atau cairan empedu.

 

GERD adalah kerusakan kronis pada mukosa di bagian esopagus yang letaknya berbatasan dengan organ lambung bagian atas yang disebabkan oleh naiknya (reflux) asam lambung ke bagian esopagus (regurgitasi) akibat melemahnya ring(klep) pembatas antara organ esofagus dengan lambung atau yang di kenal dengan istilah Lower Esophageal Sphincter (LES).

 

 

LES merupakan strukur anatomi berbentuk sudut yang memisahkan esofagus dengan lambung. Pada keadaan normal, tekanan LES akan menurun saat menelan sehingga terjadi aliran antegrade dari esofagus ke lambung. Pada GERD, fungsi LES terganggu dan menyebabkan terjadinya aliran retrograde dari lambung ke esofagus. Terganggunya fungsi LES pada GERD disebabkan oleh turunnya tekanan LES akibat penggunaan obat-obatan, makanan, faktor hormonal, atau kelainan struktural.

 

GERD terjadi akibat adanya ketidakseimbangan antara faktor ofensif dan defensif dari sistem pertahanan esofagus dan bahan refluksat lambung. Yang termasuk faktor defensif sistem pertahanan esofagus adalah LES, mekanisme pembersihan esofagus, dan epitel esofagus. Sedangkan yang termasuk faktor ofensif adalah peningkatan asam lambung, dilatasi lambung atau obstruksi gastric outlet, distensi lambung dan pengosongan lambung yang terlambat, tekanan intragastrik dan intraabdomen yang meningkat. Beberapa keadaan yang mempengaruhi tekanan intraabdomen antara lain hamil, obesitas, dan pakaian terlalu ketat.

 

Klasifikasi dari GERD

GERD dapat dikelompokan ke dalam dua macam, yaitu sindrom esofageal dan esktraesofageal. Sindrom esofageal merupakan refluks esofageal yang disertai dengan atau tanpa adanya lesi struktural. Gejala klinis sindrom esofageal tanpa lesi struktural berupa heartburn dan regurgitasi (naiknya asam lambung ke tenggorokan atau mulut), serta nyeri dada non-kardiak. Sedangkan pada sindrom esofageal disertai lesi struktural, berupa refluks esofagitis, striktur refluks, Barret esophagus, dan adenokarsinoma esofagus.  Refluks esogatis adalah adalah peradangan atau iritasi pada mukosa esofagus yang disebabkan oleh refluks cairan lambung atau duodenum esofagus. Striktur refluks adalah terjadinya penyempitan pada esofagus/kerongkongan akibat terbentuknya jaringan parut pada esofagus. Barret esofagus adalah keadaan luka yang terjadi pada  sel kerongkongan yang apabila tidak ditangani secara serius bisa menyebabkan terjadinya kanker. Esofagus Barrett biasanya terjadi karena terlalu seringnya esofagus terpapar oleh asam lambung. Sedangkan adenokarsinoma adalah tumbuhnya sel abonomal padasel  esofagus yang menghasilkan mucus. Mukus di esofagus berfungsi sebagai pelumas bagi makanan yang melewati esofagus.

 

Sindrom ekstraesofageal biasanya terjadi akibat refluks gastroesofageal jangka panjang.

 

Pertahanan Mukosa Esofagus

Esofagus dalam keadaan normal sebenarnya memiliki mekanisme untuk memepertahankan diri dari kerusakan. Mekanisme ketahanan epitel esofagus tersebut terdiri dari membran sel, intercellular junction yang membatasi difusi ion H+ ke dalam jaringan esofagus, aliran darah esofagus yang menyuplai nutrien-oksigen dan bikarbonat serta mengeluarkan ion H+ dan CO2, sel esofagus mempunyai kemampuan mentransport ion H+ dan Cl- intraseluler dengan Na+ dan bikarbonat ekstraseluler.

 

Pertahanan mukosa esofagus merupakan  suatu sistem dinamis yang digunakan untuk melindungi esofagus dari bahan-bahan yang bisa menyebabkan kerusakan atau luka, seperti asam lambung, pepsin dan garam empedu.

 

Mekanisme pembersihan esofagus merupakan kemampuan esofagus membersihkan dirinya dari bahan refluksat asam lambung; termasuk faktor gravitasi, gaya peristaltik esofagus, bersihan saliva, dan bikarbonat dalam saliva. Pada GERD, mekanisme bersihan esofagus terganggu sehingga bahan refluksat lambung mengenai esofagus. Semakin sering dan lama asam lambung mengenai esofagus, maka semakin meningkat risiko resiko terjadinya esofagitis. Di tambah jika dalam keadaan tertidur di malam hari, karena tidak adanya gaya gravitasi pada saat berbaring  maka risiko esofagitis akan semakin bertambah besar.

 

Prevalensi GERD di Asia

Meskipun awalnya prevalensi penyakit GERD di Asia lebih rendah di bandingkan negara Eropa dan Amerika, namun akhir-akhir ini telah dilaporkan terjadi kenaikan yang signifikan tentang prevalensi GERD di Asia. Di Amerika serikat prevalensi GERD berada pada angka 33%, dan di Swedia  adalah sekitar 12%. Prevalensi di Asia Timur pada tahun 2005- 2010 berada dalam kisaran 5,2 %-8,5 %, padahal sebelumnya prevalensinya hanya berkisar antara 2,5%-4,8%.

 

Prevalensi Gerd di asia

Gerd di  Asia Tengah dan Asia Selatan berada pada angka 6,3%-18,3% Asia Barat yang diwakili Turki menempati posisi puncak di seluruh Asia dengan 20%. Asia Tenggara juga mengalami fenomena peningkatan kejadian yang sama dimana Singapura telah mencapai angka prevalensi 10,5%, Malaysia juga mengalami insiden peningkatan GERD yang awalnya hanya  2,7% (1991-1992) menjadi 9% (2000-2001). Untuk Indonesia belum ada data yang memadai, namun disinyalir kasus GERD di Indonesia juga mengalami kenaikan.

 

Faktor Resiko terjadinya GERD

Beberapa faktor risiko terjadinya GERD atau refluks gastroesofageal diantaranya adalah sebagai berikut:

  • Obesitas,
  • usia lebih dari 40 tahun,
  • Jenis kelamin wanita lebih ,
  • ras
  • hiatal hernia,
  • kehamilan,
  • merokok,
  • diabetes,
  • asma,
  • riwayat keluarga dengan GERD,
  • status ekonomi lebih tinggi, dan

Pada sebagian orang, makanan juga bisa menyebabkan terjadinya GERD, seperti bawang, saos tomat, mint, minuman berkarbonasi, coklat, kafein, makanan pedas, makanan berlemak, alkohol, ataupun porsi makan yang terlalu besar. Beberapa obat dan suplemen makanan bisa juga memperburuk gejala refluks gastroesofageal, seperti penggunaan obat-obatan yang mengganggu kerja otot sfinter esofagus bagian bawah, misalnya adalah obat sedatif, penenang, antidepresan, calcium channel blockers, dan narkotika. Termasuk juga penggunaan rutin beberapa jenis antibiotika dan obat anti inflamasi non steroid (OAINS) dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya inflamasi esofagus.

 

Bahaya dari GERD

GERD sebenarnya memang tidak menyebabkan kematian secara langsung namun komplikasi yang mengiringinya bisa sangat berbahaya terutama bagi penderita asma atau pasien yang mengidap penyakit pernafasan lainnya karena asam lambung yang naik (regurgitasi) bisa masuk ke dalam saluran pernafasan sehingga menyebabkan kerusakan organ paru-paru. Kalau terjadi seperti itu maka pasien bisa mengalami bahaya yang fatal bahkan bsa menyebabkan kematian yang tragis.

 

Selain itu asam lambung yang naik dapat juga menyebar sampai ke mulut sehingga merusak gigi (erosi dental), melukai tenggorokan (faringitis kronis), memperparah sinus (sinusitis), dan melukai bagian pita suara (laringitis).  Bahkan apabila Penyakit GERD tidak di tangani secara baik maka bisa menyebabkan terjadinya penyakit kanker tenggorokan.

 

Meskipun penyakit GERD tidak menyebabkan kematian secara langsung namun pasien yang menderita GERD, kualitas hidupnya akan menurun. Pasien akan merasa tidak nyaman dan sering mengalami gangguan pada kesehatannya.

 

Pengobatan GERD Yang Umum saat ini

Saat ini Obat yang paling umum digunakan oleh para dokter untuk pengobatan penyakit GERD adalah obat jenis PPI dan antagonis reseptor histamin-2 (H2RAs). Golongan obat ini bekerja dengan cara menurunkan sekresi asam lambung. Ada lima jenis obat yang termasuk dalam golongan ini, yaitu omeprazol, lansoprazol, rabeprazol, pantoprazol, dan esomeprazol. Berdasarkan literatur, obat golongan PPI di anggap lebih baik di bandingkan H2Ras.

 

Berdasarkan beberapa hasil riset, obat PPI di nilai efektif untuk menghilangkan rasa perih dan mual pada penderita penyakit GERD namun masih kurang efektif untuk mengurangi gejala regurgitasi (naiknya asam lambung ke esofagus). Padahal regurgitasi adalah salah satu masalah utama dari penyakit GERD.

 

Pengobatan GERD dengan Konsep Karnus

Kalau kita telaah lebih jauh, obat golongan PPI mungkin efektif untuk menghilangkan rasa perih dan mual pada pasien GERD karena obat ini bekerja memang dengan cara menghambat sekresi asam lambung. Sehingga volume asam lambung berkurang dan otomatis akan mengurangi resiko kontak langsung dengan dinding otot esofagus. Apabila terapi ini dilakukan dalam jangka panjang maka bisa menyebabkan suatu permasalahan kesehatan yang lainnya. Lambung yang kekurangan cairan asam lambung tidak akan bisa optimal dalam memecah dan mengurai makanan menjadi sari makanan yang dibutuhkan oleh sel tubuh. Sehingga sel nantinya bisa mengalami kekurangan nutrisi atau zat gizi. Itu mungkin yang menjadi penyebab kenapa obat golongan PPI kurang efektif dalam mengurangi regurgitasi pada penyakit GERD.

 

Dalam konsep karnus untuk mengobati penyakit GERD secara total maka harus ada suatu mekanisme untuk memperbaiki lambungnya, yaitu dengan cara memberikan pelapis dan nutrisi untuk membangun jaringan ikat pada lambung maupun esofagus yang mengalami gangguan. Dalam Konsep karnus, asam lambung adalah hal yang utama, hal yang sangat penting sehingga tidak boleh di kebiri atau tidak boleh dinetralkan, maka itu dalam konsep karnus, lambung dan esofagus harus segera diperbaiki dengan cara memberikan pelapis yang tahan asam dan nutrisi berupa asam amino dan zat bioaktif seperti Leucocyanidin dan quercetin yang dapat memperbaiki kerusakan pada lapisan otot lambung dan esofagus.

 

Dalam studi yang dilakukan oleh Rao Chandana Venkateswara (2008), Obat yang mengandung quercetin dan alpha-tocopherol terbukti efektif untuk mengobati penyakit GERD. Pasien yang menderita GERD setelah diberikan asupan obat yang mengandung quercetin, ternyata asam lambung dan enzim pepsinnya kembali menjadi normal dan indeks isofagitisnya juga berkurang secara signifikan. Dalam studi tersebut quercetin terbukti secara signifikan mampu menghambat peroksidasi lipid dan meningkatkan glutathione.  Studi tersebut menunjukan bahwa obat yang mengandung quercetin mampu  mengurangi keparahan refluks esofagitis dan mencegah kerusakan mukosa pada esofagus. Produk Alga Gold sebagai salah satu produk konsep karnus telah terbukti dapat mengobati penyakit GERD karena mengandung komponen Leucocyanidin dan quercetin.

 

Produk Alga Gold yang salah satu bahan aktifnya adalah quercetin ternyata juga terbukti efektif untuk terapi pengobatan penyakit GERD. Beberapa orang yang pernah menderita penyakit GERD yang menahun menyatakan sembuh setelah mengkonsumsi produk Alga Gold selama beberapa bulan, seperti yang di sampaikan dalam video testimoni.